Sabtu, 02 Desember 2017

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN BAB IV

BAB IV

SOLUSI

1.     Konsep Penataan Permukiman Bantaran Sungai

Permukiman dipahami sebagai wadah untuk melakukan kegiatan bermukim manusia. Lahan bantara sungai telah berperan sebagai eprmukiman atau tempat merumah bagi sejumlah manusia. Penataan permukiman meliputi pengaturan komponen-komponen permukiman yang ada pada bantara sungai sebagai lingkup bahasan permukiman. Penataan permukiman ini dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan permasalahan banjir bantaran sungai yang sifatnya mutlak dapat terjadi terhadap kemanfaatan bantara sungai tersebut guna menunjang keberhasilan pewadahan aktivitas bermukim pada lahan, tentu saja dengan cara merespon banjir yang terjadi pada perencanaannya.

Menuju Bantaran Hijau


Keberadaan bantaran sungai secara primer adalah untuk kepeningan sungai, kepentingan air. Konsep keberlanjutan pada penataan lingkungan bantaran sungai tidak lepas dari tujuan konservasi sumber daya air. Hal itu terkait beberapa persoalan lingkungan yang berujung pada tiga permasalahan klasik air, yaitu kekeringan, banjir, dan ketersediaan air bersih sebagai indikasi ketidakseimbangan peredaran air terutama di ruang darat. Untuk memenuhi konsep konservasi sumber daya air, prinsipnya yaitu bagaimana bisa menahan aliran permukaan sebesar-besarnya dan memberi kesempatan selama-lamanya untuk meresap ke dalam tanah. Konsep ini katual terkait dengan isu banyak berubahnya area konservasi, lahan-lahan hijau menjadi area budidaya terbangun.


Secara keseluruhan, peran bantaran sungai sebagai penjaga kesinambungan siklus air tanah dan air permukaan sangatlah penting. Pemanfaatan bantaran lebih fungsional harus berdasrakn prinsip konservasi air yang dapat ditempuh melalui berbagai cara. Outputnya berupa aplikasi bantaran sebagai koridor hijau dengan sendirinya menunjang nilai ekologis bantaran sungai dan juga berperan sebagai ruang hijau kota.


          2.      Penanganan Pemukiman Kumuh Kota Surabaya

                ·       Pertanian Perkotaan (Urban Farming)




Kegiatan ini bertujuan untuk menghijaukan kawasan perkotaan dengan tanaman produktif dan juga memiliki fungsi memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat kota terutama bagi keluarga miskin.

    ·       Pengelolaan Sampah Kota 

Pengolahan sampah berbasis masyarakat .


Skema pengolahan dan pengangkutan sampah.




           3.      Penyelesaian Sengketa Tanah Antara TNI-AD dengan Masyarakat 
              Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah

1.   Para pemilik tanah wajib mengantongi Sertifikat Hak Milik sebagai bukti keabsahan atas tanah agar tidak terulang kembali sengketa semacam ini;
2.   Jika hendak disewakan pihak penyewa harus membuat perjanjian terlebih dahulu mengenai batas luas tanah dan jangka waktunya, jangan sampai merugikan pemilik atau pemilik merugikan penyewa. Apalagi jika warga berhubungan dengan oknum pemerintah maka warga pasti dikalahkan karena dianggap pihak lemah;
3.   Pemerintah seharusnya bijak membela yang benar bukan membela yang bayar, jangan sampai masyarakat kecil dianggap tidak tahu apa-apa dan haknya tidak lebih berharga dari kepentingan Negara;
4.   Pemegang hak tanah jangan menyalahartikan kepemilikan, wajib perhatikan batasannya, boleh memanfaatkan asal tidak merugikan pihak lain dan boleh menggunakan hanya sesuai kebutuhan sesuai Pasal 7 dan Pasal 6 UUPA yang menyebutkan bahwa semua ha katas tanah mempunyai fungsi sosial.

Sumber :
http://www.belajararsitektur.com/2016/11/pemukiman-kumuh-contoh-kasus-di.html
http://www.daerah.sindonews.com/read/pemprov-bentuk-tim-selesaikan-urut-sewu
http://www.printkompas.com/bentrok-petani-dan-TNI-kembali-pecah-di-kebumen
Subekti, Undang-Undang Pokok Agraria





Selasa, 07 November 2017

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN BAB III

BAB III

KASUS - KASUS


1.     Pemukiman Kumuh Bantaran Sungai Brantas

Di sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas telah lama tumbuh permukiman masyarakat yang perkembanganya tidak diikuti dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Akibatnya pola hunian masyarakat tumbuh secara tidak teratur dan dikawatirkan terjadi perubahan fungsi pemukiman serta sedimentasi yang parah sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu bentuk penanganan permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penataan kembali kawasan permukiman.
             Akibat pertumbuhan penduduk yang semakin tidak terkendali dan didominasi oleh penduduk miskin, tidak dapat dielakkan kota pun menjadi kawasan yang padat dan kumuh karena harus menerima kaum urban, sementara ketersediaan lahan bersifat stagnan, sehingga terjadi peningkatan intensitas ruang yang menyebabkan ketidakseimbangan struktur dan fungsi, sekaligus ketidakteraturan ruang kota. Salah satu bentuk nyata permasalahan diatas adalah masyarakat menjadikan bantaran sungai sebagai tempat tinggal mereka.




Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.



2.     Pemukiman Kumuh Kota Surabaya

Wilayah Surabaya terdiri atas 330,48 km2 daratan dan 190,39 km2 wilayah laut dengan total luas wilayah sekitar 520,87 km2 yang terbagi atas 31 Kecamatan dan 160 Kelurahan Jumlah penduduk Surabaya sekitar 2.938.225 jiwa dengan kepadatan penduduk 8.890 orang/km2



-        Permasalahan sub sektor air limbah:

1. Masih terdapat 12,4% penduduk yang masih melakukan buang air besar sembarangan.
2. Aset fasilitas pengolahan air limbah belum terkelola dengan baik.
3. Institusi khusus pengelola air limbah yang masih belum terbentuk.
4. Belum ditetapkannya rencana induk pengelolaan air limbah menjadi peraturan daerah.
5. Kesadaran pelaku sanitasi masih rendah.
6. Belum terakomodirnya pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan air limbah.
7. Terkait dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), kapasitas pengolahan IPLT mampu untuk mengolah debit sampai 400 m3/hr, tetapi debit tinja yang masuk ke IPLT hanya 100 m3/hr.
8. Periode pengurasan septic tank yang tidak rutin, menjadikan IPLT tidak dapat memprediksi secara tepat volume tinja yang harus diolah.
9. Jarak IPLT dengan daerah pelayanan yang terlalu jauh, seperti untuk daerah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan, sehingga ongkos pengangkutan tinja semakin mahal.
10. Adanya penanganan air limbah domestik dari beberapa home industry (pengrajin tempe, tahun dll) yang tidak memenuhi syarat lingkungan sehat.

-        Permasalahan sub sektor persampahan:

1. Proses pemilahan sampah organik dan anorganik di lokasi sumber sampah maupun TPS sebagian besar masih tercampur.
2. Tidak tersedianya TPS/jauhnya letak TPS
3. Pengumpulan sampah dari sumber sampah menuju TPS tidak semuanya dilakukan setiap hari sehingga mengakibatkan penumpukan pada wadah sampah yang berpontensi menimbulkan bau serta berserakan.
4. Keterbatasan sarana angkutan sampah dan tenaga operasionalnya.
5. Komposisi sampah yang masih didominasi oleh sampah organik yaitu ± 71,85% dari total sampah. Karena sampah organik lebih cepat membusuk, maka dibutuhkan pengelolaan sampah yang cepat dan tepat.
6. Masih tingginya prosentase sampah plastik yaitu 7.6 %. Hal ini menyebabkan TPA Benowo menjadi lebih cepat penuh, karena sampah jenis ini sulit terdegradasi.
7. TPA Benowo terletak di wilayah Barat Surabaya, terlalu jauh dari area pelayanan, terutama dari wilayah Surabaya Timur.

-        Permasalahan sub sektor drainase:

1. Pada umumnya kapasitas saluran pematusan primer dan sekunder tidak cukup untuk mengalirkan debit banjir tahunan, serta dimensi saluran tersier/tepi jalan tidak direncanakan untuk melayani/mematus petak tersier kawasan terbangun, tetapi hanya untuk melayani badan jalan.
2. Sistem drainase kurang maksimal karena sedimen dan tidak terkoneksinya saluran.

-        Permasalahan sub sektor air minum.

1. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sanitasi sub sektor air minum adalah masih diperlukannya kepastian mendapatkan pasokan sumber air baku yang handal (Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas).

-        Permasalahan Sub Sektor Higiene.

1. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
2. Angka morbiditas penyakit DBD di Kota Surabaya tahun 2010 adalah 116/100.000 penduduk.
3. Angka morbiditas penyakit diare di Kota Surabaya tahun 2010 adalah 41,21/1.000 penduduk.


             3.     Sengketa Tanah Antara TNI-AD dengan Masyarakat Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah

Beberapa warga sekitar Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah, terlibat bentrok dengan beberapa personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), pada Sabtu siang, 16 April 2011. Hal tersebut, terpicu karena adanya blokade warga terhadap latihan militer yang akan dilakukan TNI di lahan sekitar pantai. Insiden tersebut diawali blokade jalan yang dilakukan warga dengan menggunakan batang-batang kayu, lalu kemudian pihak TNI mencoba menyingkirkan kayu-kayu yang memblokade jalan tersebut.
Menurut Kepala Penerangan Kodam (Kependam) IV Diponegoro, Letkol Zaenal Mutaqin, bentrokan antara TNI dan warga terjadi akibat ulah provokator yang memancing warga memblokade jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Sebenarnya, sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pihak TNI akan menghentikan sementara latihan militer di desa tersebut. Hal ini tidak menjadi masalah sampai adanya aksi blokade jalan yang diprovokasi oleh oknum yang kurang bertanggung jawab.
Pihak TNI sudah melakukan pertemuan dengan tokoh warga desa Setrojenar, dan meminta ijin untuk melakukan uji coba meriam dari Korea, tetapi para tokoh dan warga desa tersebut menolak memberi ijin dan akhirnya pihak TNI pun membatalkan ujicoba. Bahkan pelatihan ujicoba meriam dari Korea akan dipindahkan ke Lumajang, Jawa Timur, dan latihan militer digelar di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, yang berjarak enam kilometer dari Desa Setrojenar. Namun, tiba-tiba warga Desa Setrojenar malah memblokade jalan- jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Warga juga membawa berbagai senjata tajam seperti pedang, clurit, dan bambu runcing, bahkan ada warga yang menghancurkan gapura dan gudang amunisi di Dislitbang milik TNI AD. Mau tidak mau akhirnya para anggota TNI yang berjaga mengambil tindakan membela diri dan meredam aksi warga tersebut dengan menggunakan peluru hampa dan karet.
Pembelaan yang di lakukan anggota TNI ini sudah sesuai prosedur, yakni menembakan peluru hampa terlebih dahulu sebelum menggunakan peluru karet. Sementara itu, hal yang patut dipertanyakan adalah mengapa bentrokan itu bisa terjadi, padahal sebelumnya warga tidak pernah menghalangi adanya latihan militer di Desa Setrojenar. Sedang pelatihan militer tersebut sudah dilangsungkan sejak tahun 1949an. Sudah jelas bahwa hal ini berarti ada oknum-oknum yang memprovokasi warga.
Setelah aksi bentrok tersebut, beberapa warga terluka dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen, Puskesmas terdekat, dan PKU Sruweng maupun PKU Gombong yang berjarak sepuluh kilometer dari desa tersebut. Diduga belasan orang diantaranya terkena peluru yang dilepaskan anggota TNI.
Untuk menengahi kasus ini, Kepolisian Daerah Jawa Tengah mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau sekitar 1000 personil untuk membantu mengamankan situasi pasca bentrok antara TNI dengan puluhan warga Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Satuan tersebut terdiri dari Brigade Mobil, Reserse, Intelijen, dan Divisi Program. Ada juga pihak Pemda dan Satpol PP yang ikut serta mengamankan situasi. Selanjutnya, Komando Daerah Militer (Kodam) IV Diponegoro juga menarik pasukan penjaga penjaga di Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Hal ini dilakukan untuk mencegah bentrokan susulan yang mungkin kembali terjadi, karena kedua belah pihak masih saling emosi dengan jatuhnya korban baik di pihak TNI maupun warga. Mereka ditarik dan diganti personil dari Kodim, serta dibantu Bintara Pembina Desa (Babinsa) wilayah Desa Setrojenar.
Penolakan atas rencana TNI untuk ujicoba meriam tersebut bermula dari klaim warga atas lahan latihan militer TNI di Desa Setrojenar. Padahal sudah sejak tahun 1949 TNI memakai lahan itu. TNI juga membolehkan masyarakat Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar menggarap tanah itu. Jadi selain latihan militer, TNI mengizinkan warga menanam palawija atau apapun di lahan tersebut. Warga sudah turun-temurun menggarap lahan itu. Sebetulnya warga paham betul bahwa lahan tersebut bukan milik mereka, dan mereka hanya memakai lahan tersebut sebagai tanah garapan saja.  Hanya saja terdapat beberapa pihak yang mengaku bahwa tanah tersebut milik mereka, dan merupakan tanah yang bersertifikat dan dikenai pajak. Selain itu, masyarakat daerah Urut Sewu itu juga memiliki saksi sejarah yang mengetahui tentang keberadaan tanah di Urut Sewu sejak lama.
Sebaliknya, TNI mengaku bahwa tanah tersebut milik TNI dengan bukti SH No 4/1994, dimana dasar hukum kepemilikan lahan itu adalah penyerahan tanah oleh KNL pada tanggal 25 Juni 1950, dan Keppres No 4/1960 tentang semua rampasan perang yang dikuasai Negara dan dibagi-bagi sesuai departemennya. Dasar hukum lain berupa Berita Acara Rekonsiliasi Barang Milik Negara pada Denzibang 1/IV Yogyakarta nomor: 012.22.035.044E02.000.KP dan periode semester II tahun anggaran 2010 No: BA.SMT2-002.TNI/WKN.09/KNL.06/2011, telah dilakukan inventarisasi dan penilaian oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta.
Dan berdasarkan surat keterangan Kabupaten Kebumen, tanah tersebut adalah tanah negara yang dikuasai TNI AD dan bukan merupakan lahan sengketa. Kolonel Hartind Astrin yang pernah memimpin pasukan untuk latihan di wilayah Kebumen mengatakan, diatas tanah itu sedari dulu sudah digunakan untuk latihan militer. Biasanya dipakai untuk tembak lengkung, tembak datar, dan tembakan mortar dan artileri medan.
Dalam menanggapi persoalan ini, Sekjen Kementrian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto mengatakan bahwa persoalan ini telah dibicarakan dan dimusyawarahkan bersama dengan Badan Pertahanan Nasional (BPN), dengan membentuk tiga tim. Tim pertama, mengurus orang-orang yang memiliki lahan sengketa. Tim kedua adalah tim yang akan mensertifikati tanah tersebut. Dan tim ketiga adalah tim yang bertanggungjawab mengenai hal-hal yang bersifat strategis.
TEMPO.CO, Jakarta: Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional, Gunawan Muhammad mengatakan sengketa lahan di kawasan Urut Sewu tak akan terjadi jika pemilik lahan mengingatkan status kepemilikan mereka kepada pihak yang menggunakan lahan tersebut. “Karena jika tidak, maka seolah-olah itu tanah mereka,” ujarnya ketika dihubungi, Sabtu, 22 Agustus 2015.
Konflik lahan di kawasan Urut Sewu, Kebumen Jawa Tengah, kembali meledak. Insiden bermula dari penolakan warga sekitar terhadap upaya pemagaran yang dilakukan TNI sepanjang 22,5 kilometer lahan pesisir yang masih dalam status sengketa. Sedikitnya empat warga luka berat dan 15 lainnya luka ringan akibat bentrokan tersebut. Yang luka berat dirawat di Puskesmas Kecamatan Mirit.
Gunawan mengaku tak bisa menentukan otentisitas alas kepemilikan di antara pihak yang mengklaim lahan tersebut. Dalam banyak kasus, kata dia, konflik lahan kerap dipicu oleh penelantaran fungsi lahan. Penelantaran itu membuka peluang bagi orang lain untuk menguasai lahan tersebut.
Untuk lahan yang dikuasai Negara, kata Gunawan, lahan tersebut sedianya sudah diinventarisir oleh Kementerian Keuangan. Namun tak semua lahan tersebut telah tersertifikasi. “Meski belum bersertifikat, lembaga yang diberi mandat menggunakan lahan tersebut tidak boleh melepaskan hak kepemilikan kepada orang lain. Karena itu bisa beresiko hukum,” katanya.
 “Kewajiban pemilik lahan adalah menjaga, memelihara, dan menggunakan sesuai peruntukannya. Jika tidak, lahan mereka bisa digunakan orang lain,” ujarnya. “Ini terlepas dari alas bukti kepemilikan,”[10]


Sumber :
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/23/063694221/konflik-lahan-di-urut-sewu-ini-pemicunya
http://www.belajararsitektur.com/2016/11/pemukiman-kumuh-contoh-kasus-di.html
http://www.daerah.sindonews.com/read/pemprov-bentuk-tim-selesaikan-urut-sewu
http://www.printkompas.com/bentrok-petani-dan-TNI-kembali-pecah-di-kebumen
Subekti, Undang-Undang Pokok Agraria


Selasa, 03 Oktober 2017

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN BAB I & II

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN
Fenomena Masalah Pemukiman Mengenai Kepadatan, Kekumuhan, Kepemilikan Tanah, Sengketa Tanah, dan Fungsi Lahan


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang 

Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga sebagai status lambing social (Azwar, 1996; Mukono,2000)

               Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di Asia Tenggara, dengan luas wilayah yang besar dan sumber daya yang berlimpah Indonesia dapat dibilang sebagai negara yang disegani di mata dunia. Sebagai negara yang berkembang tentunya jumlah penduduk di Indonesia tidaklah sedikit. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.641.326 juta jiwa (bps.go.id:2011). Dan Indonesia meningkati peringkat ke-3 penduduk terbanyak di dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelahiran di Indonesia sangatlah tinggi dan tidak terkendali. Jika dibandingkan dengan jumlah kebutuhan lahan yang ada tentunya akan sangat miris jika angka pertumbuhan penduduk tersebut semakin bertambah terus menerus. 

Hanya saja meningkatnya hal tersebut berdampak negatif bagi tatanan ibukota. Pasalnya, hal tersebut memberi efek semakin banyak kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang mengakibatkan berkurangnya RTH dan lahan resapan air (penadah kebutuhan air lingkungan) di Indonesia. Maka dari itu,saya mengangkat fenomena kepadatan pemukiman ini sebagai bahan kritisasi hukum dan pranata pembangunan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah  diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
  1. Apa yang menjadikan awal penyebab terjadinya kepadatan pemukiman?
  2. Apa yang menjadi faktor utama terjadinya kepadatan penduduk?
  3. Apabila ini melanggar UU No. 24 tahun 1992, pada pasal berapa?dan apa alasannya?
  4. Apakah ada pemecahan masalah agar kepadatan pemukiman tidak semakin mengingkat melainkan berkurang?
C. Tujuan

Dan adapun tujuan dari penelitian ini :
  1. Mengetahui awal penyebab terjadinya kepadatan pemukiman
  2. Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya kepadatan penduduk
  3. Mengetahui undang-undang dan pasal berapa yang menyangkut terjadinya kepadatan pemukiman
  4. Memecahkan permsalahan (problem solving) agar kepadatan pemukiman dapat ditanggulangkan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal Penyebab Terjadinya Kepadatan Penduduk

Berawal dari kemajuan sebuah kota dari berbagai aspek yang menyebabkan tersedianya lapangan kerja yang sangat terbuka lebar dan menjanjikan penghasilan yang lebih daripada masyarakat pedesaan, sehingga masyarakat dari desa berbondong-bondong pindah ke kota dengan harapan dapat memperbaiki perekonomian keluarga yang selalu pas-pasan. Orang-orang yang menciptakan arus urbanisasi rupanya tidak berpikir jauh kedepan dimana lapangan kerja yang tersedia di daerah perkotaan selalu didukung oleh alat-alat teknologi sehingga sebagian besar lapangan kerja membutuhkan tenaga ahli yang telah profesional sedangkan orang-orang dari desa ke kota kebanyakan memiliki skill yang berkaitan dengan pertanian dan rendah sehingga muncul banyak penggangguran dan kemiskinan pada daerah perkotaan. Perencanaan tata kota yang telah direncanakan menjadi teralih tata guna lahannya dimana muncul kepadatan penduduk yang menyebabkan lahan menjadi padat karena pertambahan penduduk tidak didukung dengan pertambahan lahan. Akibatnya muncul berbagai macam permukiman yang dibuat seadanya hanya untuk melindungi dari panas dan hujan, permukiman yang tidak beraturan dan kotor yang sebenarnya tidak layak ditinggali bermunculan dimana-mana.      

B. Faktor Penyebab Utama Terjadinya Kepadatan Penduduk

Seiring dengan pertambahan penduduk yang secara terus menerus sehingga keadaan fisik kota mengalami urban sprawl (pemekaran kota) dimana dengan pertambahan penduduk, maka masyarakat kota akan bertambah kebutuhannya akan lahan untuk memenuhi kebutuhan perumahan, sarana dan prasaran sosial yang lain. Hal ini yang terkadang menjadikan perencanaan kota menjadi gagal dimana pertambahan penduduk yang terjadi tidak dapat terduga dan diantisipasi oleh para perencana kota. Akibatnya berbagai dampak kesenjangan sosial terjadi dimana ketika pusat kota menjadi sangat padat maka kebutuhan akan udara segar akan semakin dibutuhkan sehingga keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk membangun perumahan yang menjanjikan kenyamanan dan udara yang segar bagi masyarakat. Pembangunan perumahan yang sangat mewah pada daerah pinggiran kota secara tidak langsung memisahkan masyarakat pada dua kategori yaitu kaya dan miskin sehingga potensi untuk terciptanya kesenjangan sosial sangat memungkinkan untuk terjadi. Dengan bermunculan perumahan di daerah pinggiran kota yang sangat nyaman dan harga yang cenderung mahal maka penduduk kota yang memiliki perekonomian yang tinggi akan pindah ke daerah pinggiran sedangkan derah pusat kota tetap ditinggali oleh penduduk yang memiliki perekonomian yang rendah sehingga daerah pusat kota terkesan padat, tidak teratur dan kumuh. Mungkin hal ini dapat mengingatkan kita pada teori Konsentris oleh E.W Burgess yang membagi wilayah perkotaan kedalam zona-zona.      

Dengan terjadinya urban sprawl yang menyebabkan pembangunan wilayah perkotaan semakin meluas maka lahan pinggiran kota yang semulanya merupakan daerah pertanian untuk swasembada pangan semakin berkurang. Bahan-bahan sayuran yang segar untuk konsumsi masyarakat harus didatangkan dari daerah lain yang membutuhkan waktu perjalanan yang lama sehingga sayuran itu tidak segar lagi. Akibatnya sebagian besar bahan makanan di daerah perkotaan telah mengalami pengawetan yang menggunakan bahan kimia yang dapat berdampak berbagai macam penyakit bagi tubuh manusia. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kebanyakan orang desa memiliki tubuh sehat daripada orang kota.

C. Undang-undang yang Menyinggung tentang Persoalan Kepadatan Pemukiman

PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN 
Bagian Pertama Umum 
Pasal 7 
(1) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. 
(2) Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II. 
(3) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu. 

WEWENANG DAN PEMBINAAN 
Pasal 24 
(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah. 
(2) Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk : 
a. mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang; 
b. mengatur tugas dan kewajiban instansi Pemerintah dalam penataan ruang. 
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang. 

Pasal 25 

Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan : 
a. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat; 
b. menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan. 

Pasal 26 
(1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan. 
(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan itikad baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimanfaatkan penggantian yang layak. 


Hal tersebut merupakan undang-undang yang menyangkut tentang kepadatan pemukiman yang dapat disimpulkan bahwa,masyarakat  harus sadar dan bertanggung jawab dengan tatanan kota yang mereka singgah/ dijadikan tempat tinggal. Dan mereka harus mengerti akan kurangnya RTH dan lahan resapan air bila terus menerus terjadi pembangunan dan pemenuhan kebutuhan akan papann yang besar-besaran.



Sumber   :
arindasariblog.wordpress.com/2012/03/14/mengatasi-masalah-pemukiman-kumuh/
ciptakarya.pu.go.id/dok/hukum/uu/uu_24_1992.pdf
euforia-arisam.blogspot.co.id/2010/09/fenomena-penyebab-kepadatan-penduduk.html
lovescokelat.wordpress.com/2009/12/24/sedikit-teori-tentang-perumahan/

Sabtu, 01 Juli 2017

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL III

Otonomi Daerah, Implementasi Polstranas, Keberhasilan Polstranas, Dan Masyarakat Madani

      A.    Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kataautos dan namosAutos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

1.                   Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan dan

2.                   Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonomi dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan

1.                   Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;

2.                   Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;

3.                   Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:

1.                   Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.                   Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.                   Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju

B.     Implementasi Polstranas

·         Implementasi Polstranas di Bidang Hukum
1.   Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat
2.   Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu
3.   Menegakan hukum secara konsisten
4.   Melanjutkan ratifikasi konvensi internasional
5.   Meningkatkan integritas moral dan profesionalitas

·         Implementasi Polstranas di Bidang Ekonomi
1.   Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang adil berdasarkan prinsip persaingan sehat
2.   Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta menghindarkan terjadinya struktur pasar monopolistic dan berbagai struktur pasar disortif yang merugikan masyarakat.
3.   Mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar.
4.   Mengupayakan kehidupan yang layak berdasarkan kemanusiaan yang adil bagi masyarakat, terutama bagi fakir miskin dan anak – anak terlantar dengan mengembangkan system dan jaminan sosial melalui program pemerintah.
5.   Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi melalui pembentukan keunggulan kompetitif.

·         Implementasi Polstranas di Bidang Politik
1.   Politik Dalam Negeri
2.   Politik Luar Negeri
3.   Penyelnggaraan Negara
4.   Komunikasi, Informasi, dan Media Massa
5.   Agama
6.   Pendidikan

·         Implementasi di Bidang Sosial dan Budaya
1.   Kesehatan dan Kesejahteraan sosial
2.   Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata
3.   Kedudukan dan Peranan Perempuan
4.   Pemuda dan Olahraga
5.   Pembangunan Daerah
6.   Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

·         Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan
1.   Kaidah Pelaksanaan
2.   Keberhasilan Politik dan Strategi Nasional

      C.    Keberhasilan Polstranas

Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
1.                   Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.                   Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
3.                   Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
4.                   Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
5.                   Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
6.                   Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
7.                   IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.

Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.

      D.    Masyarakat Madani

Masyarakat Madani (dalam bahasa Inggriscivil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya. Kata madani sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil ataucivilized (beradab). Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti masyarakat yang berperadaban. Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan Masyarakat madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.


Sumber :
https://alfisatrianti.wordpress.com/2013/06/11/politik-dan-strategi-nasional-otonomi-daerah-implementasi-polstranas-dan-keberhasilan-polstranas/
http://calamu.blogspot.com/2013/10/otonomi-daerah-implementasi-polstranas.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_madani
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://syaehuanwarr.blogspot.co.id/



POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL II

Penyusunan Politik Strategi Nasional, Stratifikasi Politik Nasional, Politik Pembangunan Nasional Dan Manajemen Nasional

A. Penyusunan Politik Strategi Nasional

Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional . Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945 . sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik” .  Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA . Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure group) . Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang . Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR . Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden menerima GBHN .Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan . 

B. Stratifikasi Politik Nasional

Stratifikasi politik nasional dalam Negara republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      Tingkat penentu kebijakan puncak
a) Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang – undang dasar. Kebijakan tingkat tinggi dilaksanakan oleh MPR.
b) Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala Negara seperti yang tercantum dalam pasal 10 – 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan presiden sebagai kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala Negara dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala Negara.

2.      Tingkat kebijakan umum
Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah – masalah besar.
3.      Tingkat penentu kebijakan khusus
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini merupakan penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi administrasi system dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat diatasnya.
4.      Tingkat penentu kebijakan teknis
Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sector dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana program dan kegiatan.
5.      Tingkat penentu kebijakan di daerah
a) Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak pada gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
b) Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk peraturan daerah tingkat ! maupun II.

C. Politik Pembangunan Nasional Dan Manajemen Nasional

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pelaksanaanya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju serta kokoh pada pendirian dan etika.
Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Disini setiap warga Negara Indonesia harus ikut serta dan berperan dalam pembangunan nasional sesuai dengan kemampuan masing – masing.
Manajemen nasional pada dasarnya merupakan sebuah sistem, sehingga lebih tepat jika menggunakan istilah “sistem manajemen nasional”. Sistem manajemen nasional dapat menjadi kerangka dasar, landasan, pedoman dan sarana bagi perkembangan proses pembelajaran maupun penyempurnaan fungsi penyelenggara pemerintahan yang bersifat umum maupun pembangunan.
Pada dasarnya sistem manajemen nasional merupakan perpaduan antara tata nilai, struktur, dan proses untuk mencapai suatu nilai, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan daya nasional demi mencapai tujuan nasional.
Sumber :
http://ajisseh39.blogspot.com/2013/05/politik-dan-strategi-nasional.html
http://darmaprasajawahyudi2.blogspot.com/2013/06/dasar-pemikiran-penyusunan-politik-dan.html
https://rachmandanny.wordpress.com/2015/08/03/penyusunan-politik-strategi-nasional-stratifikasi-politik-nasioanl-dan-manajemen-nasional/
Seri Diktat Kuliah, 2007, Pend,Kewarganegaraan Univ.Gunadarma,Jakarta