Selasa, 07 November 2017

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN BAB III

BAB III

KASUS - KASUS


1.     Pemukiman Kumuh Bantaran Sungai Brantas

Di sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas telah lama tumbuh permukiman masyarakat yang perkembanganya tidak diikuti dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Akibatnya pola hunian masyarakat tumbuh secara tidak teratur dan dikawatirkan terjadi perubahan fungsi pemukiman serta sedimentasi yang parah sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu bentuk penanganan permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penataan kembali kawasan permukiman.
             Akibat pertumbuhan penduduk yang semakin tidak terkendali dan didominasi oleh penduduk miskin, tidak dapat dielakkan kota pun menjadi kawasan yang padat dan kumuh karena harus menerima kaum urban, sementara ketersediaan lahan bersifat stagnan, sehingga terjadi peningkatan intensitas ruang yang menyebabkan ketidakseimbangan struktur dan fungsi, sekaligus ketidakteraturan ruang kota. Salah satu bentuk nyata permasalahan diatas adalah masyarakat menjadikan bantaran sungai sebagai tempat tinggal mereka.




Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.



2.     Pemukiman Kumuh Kota Surabaya

Wilayah Surabaya terdiri atas 330,48 km2 daratan dan 190,39 km2 wilayah laut dengan total luas wilayah sekitar 520,87 km2 yang terbagi atas 31 Kecamatan dan 160 Kelurahan Jumlah penduduk Surabaya sekitar 2.938.225 jiwa dengan kepadatan penduduk 8.890 orang/km2



-        Permasalahan sub sektor air limbah:

1. Masih terdapat 12,4% penduduk yang masih melakukan buang air besar sembarangan.
2. Aset fasilitas pengolahan air limbah belum terkelola dengan baik.
3. Institusi khusus pengelola air limbah yang masih belum terbentuk.
4. Belum ditetapkannya rencana induk pengelolaan air limbah menjadi peraturan daerah.
5. Kesadaran pelaku sanitasi masih rendah.
6. Belum terakomodirnya pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan air limbah.
7. Terkait dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), kapasitas pengolahan IPLT mampu untuk mengolah debit sampai 400 m3/hr, tetapi debit tinja yang masuk ke IPLT hanya 100 m3/hr.
8. Periode pengurasan septic tank yang tidak rutin, menjadikan IPLT tidak dapat memprediksi secara tepat volume tinja yang harus diolah.
9. Jarak IPLT dengan daerah pelayanan yang terlalu jauh, seperti untuk daerah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan, sehingga ongkos pengangkutan tinja semakin mahal.
10. Adanya penanganan air limbah domestik dari beberapa home industry (pengrajin tempe, tahun dll) yang tidak memenuhi syarat lingkungan sehat.

-        Permasalahan sub sektor persampahan:

1. Proses pemilahan sampah organik dan anorganik di lokasi sumber sampah maupun TPS sebagian besar masih tercampur.
2. Tidak tersedianya TPS/jauhnya letak TPS
3. Pengumpulan sampah dari sumber sampah menuju TPS tidak semuanya dilakukan setiap hari sehingga mengakibatkan penumpukan pada wadah sampah yang berpontensi menimbulkan bau serta berserakan.
4. Keterbatasan sarana angkutan sampah dan tenaga operasionalnya.
5. Komposisi sampah yang masih didominasi oleh sampah organik yaitu ± 71,85% dari total sampah. Karena sampah organik lebih cepat membusuk, maka dibutuhkan pengelolaan sampah yang cepat dan tepat.
6. Masih tingginya prosentase sampah plastik yaitu 7.6 %. Hal ini menyebabkan TPA Benowo menjadi lebih cepat penuh, karena sampah jenis ini sulit terdegradasi.
7. TPA Benowo terletak di wilayah Barat Surabaya, terlalu jauh dari area pelayanan, terutama dari wilayah Surabaya Timur.

-        Permasalahan sub sektor drainase:

1. Pada umumnya kapasitas saluran pematusan primer dan sekunder tidak cukup untuk mengalirkan debit banjir tahunan, serta dimensi saluran tersier/tepi jalan tidak direncanakan untuk melayani/mematus petak tersier kawasan terbangun, tetapi hanya untuk melayani badan jalan.
2. Sistem drainase kurang maksimal karena sedimen dan tidak terkoneksinya saluran.

-        Permasalahan sub sektor air minum.

1. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sanitasi sub sektor air minum adalah masih diperlukannya kepastian mendapatkan pasokan sumber air baku yang handal (Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas).

-        Permasalahan Sub Sektor Higiene.

1. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
2. Angka morbiditas penyakit DBD di Kota Surabaya tahun 2010 adalah 116/100.000 penduduk.
3. Angka morbiditas penyakit diare di Kota Surabaya tahun 2010 adalah 41,21/1.000 penduduk.


             3.     Sengketa Tanah Antara TNI-AD dengan Masyarakat Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah

Beberapa warga sekitar Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah, terlibat bentrok dengan beberapa personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), pada Sabtu siang, 16 April 2011. Hal tersebut, terpicu karena adanya blokade warga terhadap latihan militer yang akan dilakukan TNI di lahan sekitar pantai. Insiden tersebut diawali blokade jalan yang dilakukan warga dengan menggunakan batang-batang kayu, lalu kemudian pihak TNI mencoba menyingkirkan kayu-kayu yang memblokade jalan tersebut.
Menurut Kepala Penerangan Kodam (Kependam) IV Diponegoro, Letkol Zaenal Mutaqin, bentrokan antara TNI dan warga terjadi akibat ulah provokator yang memancing warga memblokade jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Sebenarnya, sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pihak TNI akan menghentikan sementara latihan militer di desa tersebut. Hal ini tidak menjadi masalah sampai adanya aksi blokade jalan yang diprovokasi oleh oknum yang kurang bertanggung jawab.
Pihak TNI sudah melakukan pertemuan dengan tokoh warga desa Setrojenar, dan meminta ijin untuk melakukan uji coba meriam dari Korea, tetapi para tokoh dan warga desa tersebut menolak memberi ijin dan akhirnya pihak TNI pun membatalkan ujicoba. Bahkan pelatihan ujicoba meriam dari Korea akan dipindahkan ke Lumajang, Jawa Timur, dan latihan militer digelar di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, yang berjarak enam kilometer dari Desa Setrojenar. Namun, tiba-tiba warga Desa Setrojenar malah memblokade jalan- jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Warga juga membawa berbagai senjata tajam seperti pedang, clurit, dan bambu runcing, bahkan ada warga yang menghancurkan gapura dan gudang amunisi di Dislitbang milik TNI AD. Mau tidak mau akhirnya para anggota TNI yang berjaga mengambil tindakan membela diri dan meredam aksi warga tersebut dengan menggunakan peluru hampa dan karet.
Pembelaan yang di lakukan anggota TNI ini sudah sesuai prosedur, yakni menembakan peluru hampa terlebih dahulu sebelum menggunakan peluru karet. Sementara itu, hal yang patut dipertanyakan adalah mengapa bentrokan itu bisa terjadi, padahal sebelumnya warga tidak pernah menghalangi adanya latihan militer di Desa Setrojenar. Sedang pelatihan militer tersebut sudah dilangsungkan sejak tahun 1949an. Sudah jelas bahwa hal ini berarti ada oknum-oknum yang memprovokasi warga.
Setelah aksi bentrok tersebut, beberapa warga terluka dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen, Puskesmas terdekat, dan PKU Sruweng maupun PKU Gombong yang berjarak sepuluh kilometer dari desa tersebut. Diduga belasan orang diantaranya terkena peluru yang dilepaskan anggota TNI.
Untuk menengahi kasus ini, Kepolisian Daerah Jawa Tengah mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau sekitar 1000 personil untuk membantu mengamankan situasi pasca bentrok antara TNI dengan puluhan warga Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Satuan tersebut terdiri dari Brigade Mobil, Reserse, Intelijen, dan Divisi Program. Ada juga pihak Pemda dan Satpol PP yang ikut serta mengamankan situasi. Selanjutnya, Komando Daerah Militer (Kodam) IV Diponegoro juga menarik pasukan penjaga penjaga di Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Hal ini dilakukan untuk mencegah bentrokan susulan yang mungkin kembali terjadi, karena kedua belah pihak masih saling emosi dengan jatuhnya korban baik di pihak TNI maupun warga. Mereka ditarik dan diganti personil dari Kodim, serta dibantu Bintara Pembina Desa (Babinsa) wilayah Desa Setrojenar.
Penolakan atas rencana TNI untuk ujicoba meriam tersebut bermula dari klaim warga atas lahan latihan militer TNI di Desa Setrojenar. Padahal sudah sejak tahun 1949 TNI memakai lahan itu. TNI juga membolehkan masyarakat Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar menggarap tanah itu. Jadi selain latihan militer, TNI mengizinkan warga menanam palawija atau apapun di lahan tersebut. Warga sudah turun-temurun menggarap lahan itu. Sebetulnya warga paham betul bahwa lahan tersebut bukan milik mereka, dan mereka hanya memakai lahan tersebut sebagai tanah garapan saja.  Hanya saja terdapat beberapa pihak yang mengaku bahwa tanah tersebut milik mereka, dan merupakan tanah yang bersertifikat dan dikenai pajak. Selain itu, masyarakat daerah Urut Sewu itu juga memiliki saksi sejarah yang mengetahui tentang keberadaan tanah di Urut Sewu sejak lama.
Sebaliknya, TNI mengaku bahwa tanah tersebut milik TNI dengan bukti SH No 4/1994, dimana dasar hukum kepemilikan lahan itu adalah penyerahan tanah oleh KNL pada tanggal 25 Juni 1950, dan Keppres No 4/1960 tentang semua rampasan perang yang dikuasai Negara dan dibagi-bagi sesuai departemennya. Dasar hukum lain berupa Berita Acara Rekonsiliasi Barang Milik Negara pada Denzibang 1/IV Yogyakarta nomor: 012.22.035.044E02.000.KP dan periode semester II tahun anggaran 2010 No: BA.SMT2-002.TNI/WKN.09/KNL.06/2011, telah dilakukan inventarisasi dan penilaian oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta.
Dan berdasarkan surat keterangan Kabupaten Kebumen, tanah tersebut adalah tanah negara yang dikuasai TNI AD dan bukan merupakan lahan sengketa. Kolonel Hartind Astrin yang pernah memimpin pasukan untuk latihan di wilayah Kebumen mengatakan, diatas tanah itu sedari dulu sudah digunakan untuk latihan militer. Biasanya dipakai untuk tembak lengkung, tembak datar, dan tembakan mortar dan artileri medan.
Dalam menanggapi persoalan ini, Sekjen Kementrian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto mengatakan bahwa persoalan ini telah dibicarakan dan dimusyawarahkan bersama dengan Badan Pertahanan Nasional (BPN), dengan membentuk tiga tim. Tim pertama, mengurus orang-orang yang memiliki lahan sengketa. Tim kedua adalah tim yang akan mensertifikati tanah tersebut. Dan tim ketiga adalah tim yang bertanggungjawab mengenai hal-hal yang bersifat strategis.
TEMPO.CO, Jakarta: Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional, Gunawan Muhammad mengatakan sengketa lahan di kawasan Urut Sewu tak akan terjadi jika pemilik lahan mengingatkan status kepemilikan mereka kepada pihak yang menggunakan lahan tersebut. “Karena jika tidak, maka seolah-olah itu tanah mereka,” ujarnya ketika dihubungi, Sabtu, 22 Agustus 2015.
Konflik lahan di kawasan Urut Sewu, Kebumen Jawa Tengah, kembali meledak. Insiden bermula dari penolakan warga sekitar terhadap upaya pemagaran yang dilakukan TNI sepanjang 22,5 kilometer lahan pesisir yang masih dalam status sengketa. Sedikitnya empat warga luka berat dan 15 lainnya luka ringan akibat bentrokan tersebut. Yang luka berat dirawat di Puskesmas Kecamatan Mirit.
Gunawan mengaku tak bisa menentukan otentisitas alas kepemilikan di antara pihak yang mengklaim lahan tersebut. Dalam banyak kasus, kata dia, konflik lahan kerap dipicu oleh penelantaran fungsi lahan. Penelantaran itu membuka peluang bagi orang lain untuk menguasai lahan tersebut.
Untuk lahan yang dikuasai Negara, kata Gunawan, lahan tersebut sedianya sudah diinventarisir oleh Kementerian Keuangan. Namun tak semua lahan tersebut telah tersertifikasi. “Meski belum bersertifikat, lembaga yang diberi mandat menggunakan lahan tersebut tidak boleh melepaskan hak kepemilikan kepada orang lain. Karena itu bisa beresiko hukum,” katanya.
 “Kewajiban pemilik lahan adalah menjaga, memelihara, dan menggunakan sesuai peruntukannya. Jika tidak, lahan mereka bisa digunakan orang lain,” ujarnya. “Ini terlepas dari alas bukti kepemilikan,”[10]


Sumber :
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/23/063694221/konflik-lahan-di-urut-sewu-ini-pemicunya
http://www.belajararsitektur.com/2016/11/pemukiman-kumuh-contoh-kasus-di.html
http://www.daerah.sindonews.com/read/pemprov-bentuk-tim-selesaikan-urut-sewu
http://www.printkompas.com/bentrok-petani-dan-TNI-kembali-pecah-di-kebumen
Subekti, Undang-Undang Pokok Agraria