A.
Pendahuluan
Lawang Sewu
adalah salah satu bangunan bersejarah di Indonesia yang mempunyai integritas
arsitektur yang kuat dari perpaduan pengaruh barat, terutama Eropa dan keunikan
lokal yang kental. Tampilan bangunan gedung Lawang Sewu menganut gaya Romanesque
Revival dengan ciri yang dominan, yaitu memiliki elemen-elemen arsitektural
yang berbentuk lengkung sederhana dan dirancang dengan pendekatan iklim
setempat. Penyelesaian sudut bangunan dengan adanya dua fasade serta penggunaan menara pada gedung Lawang Sewu
sedikit banyak diilhami oleh bentuk sudut bangunan kota-kota Eropa zaman abad
pertengahan yang masih berkembang sampai saat ini.
Lawang
Sewu terletak di Jalan Pemuda, tepatnya di perempatan Jalan Pandanaran, Jalan
Dr. Soetomo, dan Jalan Soegijapranata, Semarang. Lawang
Sewu pada awalnya didesain oleh Ir. P. de Rieau di
Amsterdam. Desain tersebut kemudian dibangun oleh Prof. Jacob Klinkhamer dan BJ Oudang.
Pembangunan dimulai pada tahun 1863 dan selesai secara intensif pada tahun
1913. Lawang Sewu resmi digunakan pada tanggal 1 Juli 1907.
Hak milik dari
Lawang Sewu adalah Nederlandsch Indische Spoorweg (NIS), yang merupakan cikal
bakal perkeretaapian di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, gedung Lawang
Sewu digunakan sebagai kantor perkeretaapian milik Indonesia, yatu Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA). Lalu pada tahun 1949, Lawang Sewu digunakan sebagai
kantor administrasi oleh Kodam IV Diponegoro. Pada tahun 1994, Lawang Sewu
disewa oleh PT Binangun Artha Perkasa (BAP) dan Perumka DAOP IV Semarang dalam
perjanjian Memorandum of Understanding. Setelah itu, Lawang Sewu ditempati oleh
Departemen Perhubungan selama dua tahun. Akhirnya Lawang Sewu dijual kepada
pihak swasta dengan alasan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan.
B.
Langgam Bangunan
Gedung
Lawang Sewu dibagi menjadi empat bagian, yaitu gedung A, B, C, dan D. Gedung A
merupakan gedung utama dari Lawang Sewu yang berbentuk huruf L. Gedung B adalah
gedung di bagian belakang yang bentuknya membujur dengan arah utara-selatan.
Gedung C adalah gedung bagian tengah yang dulu difungsikan sebagai kantor.
Gedung D merupakan gedung yang memiliki fasilitas- fasilitas penunjang seperti
kamar mandi.
Umur Lawang Sewu yang sudah lebih dari satu abad tentu
saja menyebabkan bentuk atau elemen bangunan tersebut sudah ada yang mengalami
kerusakan. Seperti disebutkan pada situs kereta api Indonesia, atap gedung
Lawang Sewu sudah tidak mampu lagi untuk menampung air hujan sehingga setiap
hujan, air akan mengalir secara bebas melalui atap yang sudah lapuk. Dinding
gedung Lawang Sewu yang menjadi penopang bangunan pun sudah lapuk.
Untuk mengatasi hal itu, pihak PT Kereta Api
bekerjasama dengan pemerintah provinsi melakukan konservasi pada gedung Lawang
Sewu. Hasilnya bisa dilihat pada Gedung A yang merupakan bangunan utama. Kaca
mozaik yang terletak pada dinding bagian atas gedung sudah terlihat semakin
jelas. Koordinator Pelaksana Konservasi Lawang Sewu, Kriswandhono,
memperkirakan konservasi yang dilakukan pada Lawang Sewu akan rampung dalam
waktu empat bulan.
C.
Pembahasan
Hal lain
yang harus dipikirkan adalah nilai ekonomi dari Gedung Lawang Sewu. Rencana
kegiatan atau fungsi baru dari ruangan atau gedung dari Lawang Sewu harus
digerakkan sejak dini. Pemerintah setempat bersama dengan pemilik bangunan,
yaitu PT Kereta Api harus menjadi regulator yang mendukung upaya revitalisasi
yang sesungguhnya dan juga mencari cara untuk mendatangkan investor. Rencana
ini sangat penting agar ruangan dan gedung yang sudah dikonservasi tidak
menganggur terlalu lama hingga kembali menjadi bangunan mati.
Nilai ekonomi dari Lawang Sewu juga menjadi ruang bisnis komersial dari Lawang Sewu. Hasil yang didapatkan dari bisnis tersebut akan digunakan untuk mendanai pemeliharaan dan perawatan pada gedung Lawang Sewu selama tidak menyimpang dari kaidah-kaidah pemanfaatan benda cagar budaya. Karena pemanfaatan yang tidak mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku justru akan menghancurkan gedung dan akan menghilangkan nilai budaya yang seharusnya dapat lebih ditonjolkan. Banyak kegiatan bisnis yang dapat dilakukan tanpa keluar dari kaidah pelestarian bangunan. Pada bangunan utama dapat dijadikan shop-arcade mall, convention room, food and berverage, exhibition, especial event, atau balai lelang internasional. Gedung B dapat dijadikan rumah kreatif seperti sekolah untuk manajemen warisan sejarah, museum, situs fotografi, situs sinematografi, dan sebagainya. Dengan adanya pemanfaatan dari gedung yang juga menghasilkan keuntungan tentu saja akan membuat gedung tersebut tidak menganggur dan bisa menjadi pemasukan bagi perusahaan.
Masalah
lain yang tidak kalah penting untuk dipikirkan adalah pengembangan sumber daya.
Kasus lemahnya pengembangan dan pemanfaatan benda cagar budaya yang ada di
dalam sebuah situs maupun sebuah museum menjadi gambaran konkrit yang hingga
saat ini masih jelas terlihat. Untuk itu ketidakmampuan masyarakat harus
dikembangkan melalui suatu kegiatan dan kreativitas yang tinggi sehingga
warisan budaya mampu menjadi sumber daya yang sungguh bisa menyelesaikan
permasalahan bangsa tentang pelestarian warisan budaya dan secara bertahap
membuat perbaikan. Gedung Lawang Sewu adalah sebuah warisan budaya yang secara
jelas memiliki potensi dan mampu dijadikan kiblat percontohan dari pelestarian
dan pemanfaatan warisan budaya yang pastinya akan menjadi sorotan berbagai pihak
yang berkepentingan dalam dunia pelestarian benda cagar budaya.
D.
Kesimpulan
Gedung Lawang Sewu adalah salah satu
warisan sejarah dari zaman kolonial. Sebagai salah satu warisan sejarah tentu
saja gedung Lawang Sewu harus mendapat perhatian dari segi pelestarian.
Pelestarian perlu dilakukan mengingat umur bangunan yang sudah lebih dari satu
abad dan sudah cukup lama bangunan tidak dihuni dan digunakan. Pelestarian yang
dilakukan harus memikirkan beberapa hal, antara lain publikasi dan sosialisai
konservasi Lawang Sewu, segi ekonomi dan bisnis gedung Lawang Sewu, dan
bagaimana gedung lawang Sewu dapat mengembangkan sumber daya budaya di
Indonesia.
Sumber :
Sumber :
id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu
Jovita Liyonis. 2017. Konservasi
Gedung Lawang Sewu sebagai Warisan Sejarah Indonesia. Seminar Ikatan Peneliti
Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI). 1(A): 171-174.
seputarsemarang.com/lawang-sewu-pemuda-1272/
seputarsemarang.com/lawang-sewu-pemuda-1272/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar