BAB III
KASUS - KASUS
1.
Pemukiman Kumuh
Bantaran Sungai Brantas
Di sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas telah lama tumbuh
permukiman masyarakat yang perkembanganya tidak diikuti dengan penyediaan
sarana dan prasarana yang memadai. Akibatnya pola hunian masyarakat tumbuh
secara tidak teratur dan dikawatirkan terjadi perubahan fungsi pemukiman serta
sedimentasi yang parah sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor
dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu bentuk penanganan permasalahan
tersebut adalah dengan melakukan penataan kembali kawasan permukiman.
Akibat
pertumbuhan penduduk yang semakin tidak terkendali dan didominasi oleh penduduk
miskin, tidak dapat dielakkan kota pun menjadi kawasan yang padat dan kumuh
karena harus menerima kaum urban, sementara ketersediaan lahan bersifat
stagnan, sehingga terjadi peningkatan intensitas ruang yang menyebabkan
ketidakseimbangan struktur dan fungsi, sekaligus ketidakteraturan ruang kota.
Salah satu bentuk nyata permasalahan diatas adalah masyarakat menjadikan
bantaran sungai sebagai tempat tinggal mereka.
Keluhan yang paling sering disampaikan
mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas
lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering
dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat
merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan
sumber penyakit sosial lainnya.
2.
Pemukiman
Kumuh Kota Surabaya
Wilayah Surabaya terdiri atas 330,48 km2 daratan
dan 190,39 km2 wilayah
laut dengan total luas wilayah sekitar 520,87 km2
yang terbagi atas 31 Kecamatan dan 160
Kelurahan Jumlah penduduk Surabaya sekitar 2.938.225 jiwa dengan kepadatan
penduduk 8.890 orang/km2
-
Permasalahan sub sektor air
limbah:
1. Masih terdapat 12,4% penduduk yang masih melakukan buang air
besar sembarangan.
2. Aset fasilitas pengolahan air limbah belum terkelola dengan
baik.
3. Institusi khusus pengelola air limbah yang masih belum
terbentuk.
4. Belum ditetapkannya rencana induk pengelolaan air limbah
menjadi peraturan daerah.
5. Kesadaran pelaku sanitasi masih rendah.
6. Belum terakomodirnya pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan air
limbah.
7. Terkait dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT),
kapasitas pengolahan IPLT mampu untuk mengolah debit sampai 400 m3/hr, tetapi
debit tinja yang masuk ke IPLT hanya 100 m3/hr.
8. Periode pengurasan septic tank yang tidak rutin, menjadikan
IPLT tidak dapat memprediksi secara tepat volume tinja yang harus diolah.
9. Jarak IPLT dengan daerah pelayanan yang terlalu jauh, seperti
untuk daerah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan, sehingga ongkos pengangkutan
tinja semakin mahal.
10. Adanya
penanganan air limbah domestik dari beberapa home industry (pengrajin tempe,
tahun dll) yang tidak memenuhi syarat lingkungan sehat.
-
Permasalahan sub sektor
persampahan:
1. Proses pemilahan sampah organik dan anorganik di lokasi sumber
sampah maupun TPS sebagian besar masih tercampur.
2. Tidak tersedianya TPS/jauhnya letak TPS
3. Pengumpulan sampah dari sumber sampah menuju TPS tidak semuanya
dilakukan setiap hari sehingga mengakibatkan penumpukan pada wadah sampah yang
berpontensi menimbulkan bau serta berserakan.
4. Keterbatasan sarana angkutan sampah dan tenaga operasionalnya.
5. Komposisi sampah yang masih didominasi oleh sampah organik
yaitu ± 71,85% dari total sampah. Karena sampah organik lebih cepat membusuk,
maka dibutuhkan pengelolaan sampah yang cepat dan tepat.
6. Masih
tingginya prosentase sampah plastik yaitu 7.6 %. Hal ini menyebabkan TPA Benowo
menjadi lebih cepat penuh, karena sampah jenis ini sulit terdegradasi.
7. TPA Benowo
terletak di wilayah Barat Surabaya, terlalu jauh dari area pelayanan, terutama
dari wilayah Surabaya Timur.
-
Permasalahan sub sektor drainase:
1. Pada umumnya kapasitas saluran pematusan primer dan sekunder
tidak cukup untuk mengalirkan debit banjir tahunan, serta dimensi saluran
tersier/tepi jalan tidak direncanakan untuk melayani/mematus petak tersier
kawasan terbangun, tetapi hanya untuk melayani badan jalan.
2. Sistem
drainase kurang maksimal karena sedimen dan tidak terkoneksinya saluran.
-
Permasalahan sub sektor air minum.
1.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sanitasi sub sektor air minum
adalah masih diperlukannya kepastian mendapatkan pasokan sumber air baku yang
handal (Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas).
-
Permasalahan Sub Sektor Higiene.
1. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).
2. Angka morbiditas penyakit DBD di Kota Surabaya tahun 2010
adalah 116/100.000 penduduk.
3. Angka
morbiditas penyakit diare di Kota Surabaya tahun 2010 adalah 41,21/1.000
penduduk.
3. Sengketa Tanah Antara TNI-AD
dengan Masyarakat Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah
Beberapa warga sekitar Pantai Urut
Sewu, Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah,
terlibat bentrok dengan beberapa personel Tentara Nasional Indonesia (TNI),
pada Sabtu siang, 16 April 2011. Hal tersebut, terpicu karena adanya blokade
warga terhadap latihan militer yang akan dilakukan TNI di lahan sekitar pantai.
Insiden tersebut diawali blokade jalan yang dilakukan warga dengan menggunakan
batang-batang kayu, lalu kemudian pihak TNI mencoba menyingkirkan kayu-kayu
yang memblokade jalan tersebut.
Menurut Kepala Penerangan Kodam
(Kependam) IV Diponegoro, Letkol Zaenal Mutaqin, bentrokan antara TNI dan warga
terjadi akibat ulah provokator yang memancing warga memblokade jalan masuk ke
kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu,
Setrojenar. Sebenarnya, sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pihak TNI akan
menghentikan sementara latihan militer di desa tersebut. Hal ini tidak menjadi
masalah sampai adanya aksi blokade jalan yang diprovokasi oleh oknum yang
kurang bertanggung jawab.
Pihak TNI sudah melakukan pertemuan
dengan tokoh warga desa Setrojenar, dan meminta ijin untuk melakukan uji coba
meriam dari Korea, tetapi para tokoh dan warga desa tersebut menolak memberi
ijin dan akhirnya pihak TNI pun membatalkan ujicoba. Bahkan pelatihan ujicoba
meriam dari Korea akan dipindahkan ke Lumajang, Jawa Timur, dan latihan militer
digelar di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, yang
berjarak enam kilometer dari Desa Setrojenar. Namun, tiba-tiba warga Desa
Setrojenar malah memblokade jalan- jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan
Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Warga juga membawa
berbagai senjata tajam seperti pedang, clurit, dan bambu runcing, bahkan ada
warga yang menghancurkan gapura dan gudang amunisi di Dislitbang milik TNI AD.
Mau tidak mau akhirnya para anggota TNI yang berjaga mengambil tindakan membela
diri dan meredam aksi warga tersebut dengan menggunakan peluru hampa dan karet.
Pembelaan yang di lakukan anggota TNI
ini sudah sesuai prosedur, yakni menembakan peluru hampa terlebih dahulu
sebelum menggunakan peluru karet. Sementara itu, hal yang patut dipertanyakan
adalah mengapa bentrokan itu bisa terjadi, padahal sebelumnya warga tidak
pernah menghalangi adanya latihan militer di Desa Setrojenar. Sedang pelatihan
militer tersebut sudah dilangsungkan sejak tahun 1949an. Sudah jelas bahwa hal
ini berarti ada oknum-oknum yang memprovokasi warga.
Setelah aksi bentrok tersebut,
beberapa warga terluka dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen,
Puskesmas terdekat, dan PKU Sruweng maupun PKU Gombong yang berjarak sepuluh
kilometer dari desa tersebut. Diduga belasan orang diantaranya terkena peluru
yang dilepaskan anggota TNI.
Untuk menengahi kasus ini, Kepolisian
Daerah Jawa Tengah mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau sekitar
1000 personil untuk membantu mengamankan situasi pasca bentrok antara TNI
dengan puluhan warga Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Satuan tersebut terdiri dari
Brigade Mobil, Reserse, Intelijen, dan Divisi Program. Ada juga pihak Pemda dan
Satpol PP yang ikut serta mengamankan situasi. Selanjutnya, Komando Daerah
Militer (Kodam) IV Diponegoro juga menarik pasukan penjaga penjaga di Dinas
Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Hal ini dilakukan
untuk mencegah bentrokan susulan yang mungkin kembali terjadi, karena kedua
belah pihak masih saling emosi dengan jatuhnya korban baik di pihak TNI maupun
warga. Mereka ditarik dan diganti personil dari Kodim, serta dibantu Bintara
Pembina Desa (Babinsa) wilayah Desa Setrojenar.
Penolakan atas rencana TNI untuk
ujicoba meriam tersebut bermula dari klaim warga atas lahan latihan militer TNI
di Desa Setrojenar. Padahal sudah sejak tahun 1949 TNI memakai lahan itu. TNI
juga membolehkan masyarakat Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar menggarap tanah
itu. Jadi selain latihan militer, TNI mengizinkan warga menanam palawija atau
apapun di lahan tersebut. Warga sudah turun-temurun menggarap lahan itu.
Sebetulnya warga paham betul bahwa lahan tersebut bukan milik mereka, dan
mereka hanya memakai lahan tersebut sebagai tanah garapan saja. Hanya
saja terdapat beberapa pihak yang mengaku bahwa tanah tersebut milik mereka,
dan merupakan tanah yang bersertifikat dan dikenai pajak. Selain itu,
masyarakat daerah Urut Sewu itu juga memiliki saksi sejarah yang mengetahui
tentang keberadaan tanah di Urut Sewu sejak lama.
Sebaliknya, TNI mengaku bahwa tanah tersebut milik TNI dengan
bukti SH No 4/1994, dimana dasar hukum kepemilikan lahan itu adalah penyerahan
tanah oleh KNL pada tanggal 25 Juni 1950, dan Keppres No 4/1960 tentang semua
rampasan perang yang dikuasai Negara dan dibagi-bagi sesuai departemennya.
Dasar hukum lain berupa Berita Acara Rekonsiliasi Barang Milik Negara pada
Denzibang 1/IV Yogyakarta nomor: 012.22.035.044E02.000.KP dan periode semester
II tahun anggaran 2010 No: BA.SMT2-002.TNI/WKN.09/KNL.06/2011, telah dilakukan
inventarisasi dan penilaian oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) Yogyakarta.
Dan berdasarkan surat keterangan
Kabupaten Kebumen, tanah tersebut adalah tanah negara yang dikuasai TNI AD dan
bukan merupakan lahan sengketa. Kolonel Hartind Astrin yang pernah memimpin
pasukan untuk latihan di wilayah Kebumen mengatakan, diatas tanah itu sedari
dulu sudah digunakan untuk latihan militer. Biasanya dipakai untuk tembak
lengkung, tembak datar, dan tembakan mortar dan artileri medan.
Dalam menanggapi persoalan ini, Sekjen
Kementrian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto mengatakan bahwa persoalan ini
telah dibicarakan dan dimusyawarahkan bersama dengan Badan Pertahanan Nasional
(BPN), dengan membentuk tiga tim. Tim pertama, mengurus orang-orang yang
memiliki lahan sengketa. Tim kedua adalah tim yang akan mensertifikati tanah
tersebut. Dan tim ketiga adalah tim yang bertanggungjawab mengenai hal-hal yang
bersifat strategis.
TEMPO.CO, Jakarta: Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
Badan Pertanahan Nasional, Gunawan Muhammad mengatakan sengketa lahan di
kawasan Urut Sewu tak akan terjadi jika pemilik lahan mengingatkan status
kepemilikan mereka kepada pihak yang menggunakan lahan tersebut. “Karena jika
tidak, maka seolah-olah itu tanah mereka,” ujarnya ketika dihubungi, Sabtu, 22
Agustus 2015.
Konflik lahan di kawasan Urut Sewu, Kebumen Jawa Tengah, kembali
meledak. Insiden bermula dari penolakan warga sekitar terhadap upaya pemagaran
yang dilakukan TNI sepanjang 22,5 kilometer lahan pesisir yang masih dalam
status sengketa. Sedikitnya empat warga luka berat dan 15 lainnya luka ringan
akibat bentrokan tersebut. Yang luka berat dirawat di Puskesmas Kecamatan
Mirit.
Gunawan mengaku tak bisa menentukan otentisitas alas kepemilikan
di antara pihak yang mengklaim lahan tersebut. Dalam banyak kasus, kata dia,
konflik lahan kerap dipicu oleh penelantaran fungsi lahan. Penelantaran itu
membuka peluang bagi orang lain untuk menguasai lahan tersebut.
Untuk lahan yang dikuasai Negara, kata Gunawan, lahan tersebut
sedianya sudah diinventarisir oleh Kementerian Keuangan. Namun tak semua lahan
tersebut telah tersertifikasi. “Meski belum bersertifikat, lembaga yang diberi
mandat menggunakan lahan tersebut tidak boleh melepaskan hak kepemilikan kepada
orang lain. Karena itu bisa beresiko hukum,” katanya.
“Kewajiban pemilik lahan adalah menjaga, memelihara, dan
menggunakan sesuai peruntukannya. Jika tidak, lahan mereka bisa digunakan orang
lain,” ujarnya. “Ini terlepas dari alas bukti kepemilikan,”[10]
Sumber :
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/23/063694221/konflik-lahan-di-urut-sewu-ini-pemicunya
http://www.belajararsitektur.com/2016/11/pemukiman-kumuh-contoh-kasus-di.html
http://www.daerah.sindonews.com/read/pemprov-bentuk-tim-selesaikan-urut-sewu
http://www.printkompas.com/bentrok-petani-dan-TNI-kembali-pecah-di-kebumen
Subekti, Undang-Undang Pokok Agraria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar